Rabu, 30 November 2011

Dieng, negeri kayangan di atas awan


Dieng, sebuah tempat yang sudah lama menjadi angan-angan untuk kami kunjungi. Sudah banyak tulisan tentang Dieng yang mengabarkan keelokan tempat itu, yang hanya menambah hasrat kami untuk segera ke sana. Dieng adalah sebuah kawasan di daerah dataran tinggi di perbatasan antara Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Kabarnya Dieng adalah dataran tinggi tertinggi nomor dua di dunia setelah dataran tinggi Nepal. Dari sisi itu saja sudah sangat menantang untuk dikunjungi ditambah lagi dengan  adanya komplek candi yang bertebaran di sana yang menunjukkan betapa tempat itu pernah menjadi tempat yang penting di masa silam, juga menunjukkan betapa tingginya budaya leluhur kita.

Dieng berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu "Di" yang berarti tempat yang tinggi atau gunung dan "Hyang" yang berarti kahyangan. Dengan menggabungkan kedua kata tersebut, maka bisa diartikan bahwa "Dieng" merupakan daerah pegunungan tempat para dewa dan dewi bersemayam.

Dieng 2093 M DPL


Kawasan ini terletak sekitar 26 km di sebelah Utara ibukota Kabupaten Wonosobo, dengan ketinggian mencapai 6000 kaki atau 2.093 m di atas permukaan laut. Suhu di Dieng sejuk mendekati dingin dengan temperatur berkisar 15—20°C di siang hari dan 10°C di malam hari. Bahkan, suhu udara terkadang dapat mencapai 0°C di pagi hari, terutama antara Juli—Agustus. Penduduk setempat menyebut suhu ekstrem itu sebagai "bun upas" yang artinya embun racun karena embun ini menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.


Dieng dapat dicapai dengan kendaraan bermotor dari arah Wonosobo dengan pemandangan alam yang luar biasa memikat depanjang jalan. Jika cuaca bagus akan terasa benar kita berkendara di atas awan, disamping jalan yang meliuk-liuk terhampar gumpalan awan. Benar-benar serasa menuju negeri di atas awan. Jika datang dari arah Semarang bisa lewat jalur Ungaran, Temanggung, Parakan terus Wonosobo. Jika dari arah barat biasanya lebih mudah kalau lewat Banjarnegara terus Wonosobo.

Setelah cukup referensi tanggal 4 Desember 2009 kami berangkat dari Gresik jam 07.00 pagi lewat jalur pantura Jawa, melewati jalan yang mulus. Makan siang di Warung Soto Kudus Pak Denuh di Kudus, perjalanan dilanjutkan ke arah Demak, Ungaran, Temanggung, Parakan ke Wonosobo. Mulai dari Temanggung sudah terasa hawa dingin dan kabut sepanjang jalan, ditambah hujan gerimis dan pemandangan perbukitan dan ladang yang hijau dan asri.

Di Wonosobo hari mulai gelap karena kabut dan hujan tetapi perjalanan tetap diteruskan melewati area perbukitan dengan jalan yang sempit dan meliuk-liuk dengan hamparan awan tipis di tepi jalan. Suasana di mobil jadi sedikit mencekam karena berangsur gelap dan karena serasa menuju negeri di atas awan kami setel gamelan Gong Lelambatan Bali yang biasa diperdengarkan jika ada piodalan di pura.

Hampir magrib kami sampai di Dieng, makan malam yang panas-panas ditambah minum purwaceng, minuman khas Dieng. Sambil ngobrol dengan pemilik warung sekalian mencari info penginapan dan guide untuk menemani ke Gunung Sikunir besok subuh melihat matahari terbit. Semakin malam udara semakin dingin, tetapi terbantu dengan perapian yang selalu ada di setiap penginapan, istirahat untuk persiapan besok subuh menuju Gunung Sikunir menyaksikan keunikan pemandangan matahari terbit.

Jam 03.00 pagi setelah dibangunkan guide kami siap-siap berangkat dengan mobil menuju Telaga Cebong. Setelah mobil diparkir perjalanan diteruskan dengan berjalan kaki melewati jalan setapak di pinggir kebun kentang sampai ketinggian tertentu sebelum sampai puncak. Perjalan dengan jalan kaki ditempuh sekitar 30 menit. Dari Gunung Sikunir kita bisa melihat matahari terbit dan pemandangan dari gunung disekitarnya dengan kabut tebal yang kadang hilang kadang muncul memberi kesan selimut gunung yang kadang terkuak kadang tertutup. Benar-benar pemandangan yang unik.

Sunrise dari Gunung Sikunir


Sunrise view dari Puncak Sikunir


Jalan setapak turun Gunung Sikunir

Dari Gunung Sikunir perjalanan kami teruskan menuju ke kawah-kawah yang masih aktif. Sebetulnya yang paling pas adalah menuju ke DPT (Dieng Plateau Theatre) dulu untuk menyaksikan film tentang Dieng, tetapi karena masih terlalu pagi diputuskan ke kawah terlebih dulu.
Dieng terbentuk dari gunung api tua yang mengalami penurunan drastis (dislokasi), oleh patahan arah barat laut dan tenggara. Gunung api tua itu adalah Gunung Prau. Pada bagian yang ambles itu muncul gunung-gunung kecil yaitu: Gunung Alang, Gunung Nagasari, Gunung Panglimunan, Gunung Pangonan, Gunung Gajahmungkur dan Gunung Pakuwaja.


Beberapa gunung api masih aktif dengan karakteristik yang khas. Magma yang timbul tidak terlalu kuat tidak seperti pada Gunung Merapi. Sedangkan letupan-letupan yang terjadi adalah karena tekanan air bawah tanah oleh magma yang menyebabkan munculnya beberapa gelembung-gelembung lumpur panas. Fenomena ini antara lain dapat dilihat pada Kawah Sikidang atau Kawah Candradimuka. Beberapa titik tempat keluarnya air panas yang diikuti dengan keluarnya asap belerang berpindah tempat sehingga kita perlu waspada ketika menginjakkan kaki saat berjalan menuju ke Kawah Sikidang. Kawah aktif yang banyak dikunjungi wisatawan dan dapat dilihat dari bibir kawah, terdapat semburan lava dan kepulan asap serta aroma belerang yang khas. Lubang kawah tampak jelas berisi air dan lava berwarna kelabu, yang gemulak dan mendidih, sering berpindah tempat bahkan melompat seperti seekor kidang.


Di pinggir Kawah Sikidang


Di bibir kawah



' Anggota '

Dari kawasan kawah kami menuju ke Telaga Warna yang merupakan salah satu objek wisata andalan di Dieng.


Sudut favorit Telaga Warna Dieng


Anggota di Telaga Warna Dieng


Perjalanan berlanjut menuju kompleks candi yang ada di Dieng. Dilihat dari bentuk candi-candi yang ada di Dieng terdapat kemiripan dengan candi yang ada di Gedong Songo dan Candi Ijo di Yogya. Candi-candi di Dieng diyakini sebagai tanda peradaban Hindu di Pulau Jawa pada masa Sanjaya pada abad ke-8. Hal ini ditunjukkan dengan adanya gugusan candi di Dieng yang konon untuk memuja Dewa Syiwa. Candi-candi tersebut antara lain: Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Sembadra, Candi Gatot Kaca.

Penamaan candi-candi itu sendiri diperkirakan baru dimulai pada abad ke-19 sedangkan nama asli candi-candi tersebut belum diketahui dengan pasti. Candi-candi tersebut dibangun dengan menggunakan konstruksi batu andesit yang berasal dari Gunung Pakuwaja yang berada di selatan komplek Candi Dieng.

Kompleks candi ini pertama kali ditemukan oleh seorang tentara Inggris bernama Van Kinsbergen pada tahun 1814. Berbeda dengan candi-candi lain yang sebagian besar ditemukan terpendam di dalam tanah, candi-candi di dataran tinggi Dieng ini pada waktu itu terendam air rawa-rawa. Proses pengeringan dimulai lebih dari 40 tahun kemudian. Entah siapa yang memberi ide, candi-candi ini kemudian diberi nama sesuai dengan nama-nama tokoh pewayangan oleh penduduk sekitar. Candi utamanya adalah Candi Arjuna, yang berhadapan dengan candi berbentuk memanjang dengan atap limasan yang sering disebut sebagai Candi Semar.

Di sebelah kirinya berdiri berjajar Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Candi Puntadewa memiliki bentuk yang hampir mirip dengan Candi Arjuna, sementara Candi Srikandi dan Candi Sembadra sedikit lebih kecil dan pendek. Berdasarkan cerita penduduk sekitar, Candi Puntadewa berada di tengah-tengah Srikandi dan Sembadra sebagai penengah bagi kedua kakak beradik yang sama-sama menjadi istri dari Arjuna tersebut. 


Candi Bima


Kompleks Candi Arjuna


Kompleks Candi Arjuna 2


Konpleks Candi Arjuna 3


Kompleks Candi Arjuna merupakan candi Hindu tertua di Pulau Jawa yang diperkirakan dibangun pada tahun 809 M dan merupakan tempat pemujaan Dewa Siwa. Hal ini terlihat dari adanya Lingga dan Yoni di dalam candi utama, serta arca Dewi Durga, Ganesha, dan Agastya di relung-relung bangunannya. Namun arca-arca ini sekarang ditempatkan di dalam Museum Kaliasa, tidak jauh dari bangunan candi. Secara arsitektur, Candi Arjuna masih dipengaruhi oleh budaya India yang sangat kental. Bentuknya mirip dengan candi di India selatan yang disebut Wimana. Sementara itu Candi Semar kemungkinan besar mengambil bentuk mandapa, yang menjadi bagian dari candi di India, sebagai tempat untuk para peziarah dan festival.

Tidak banyak relief yang ditemukan di kompleks candi ini. Hanya ada relief yang menggambarkan ketiga Dewa Trimurti yaitu Siwa, Wisnu dan Brahma, yang semakin memperkuat bukti bahwa candi ini adalah candi Hindu. Namun anehnya, relief ini tidak dipahatkan pada candi utama. Penggambaran ketiga dewa ini terdapat pada dinding-dinding Candi Srikandi. Sementara dinding candi-candi lainnya nampak polos.


Tim Jabar dan Jatim di Candi Dwarawati


Sebelum meninggalkan Dieng kami menyempatkan waktu untuk melihat film di DPT, yang menceritakan sejarah terbentuknya Dataran Tinggi Dieng dan perkembangannya sampi bencana yang pernah terjadi, yang paling terkenal peristiwa keluarnya gas beracun dari Kawah Sinila.


Dieng Plateau Theatre


Dieng, salah satu tempat indah di muka bumi, salah satu tempat dimana peradaban leluhur kita dulu begitu luhur dan tinggi, diwariskan kepada kita, supaya kita selalu ingat siapa kita, dari mana asal kita, jati diri kita. Suksma pekulun betaran tityang....  


1 komentar:

  1. Assalamualaikum wrb, saya mohon maaf jika postingan ini menyinggung perasaan anda semua tapi saya lillahi ta’ala hanya mau menceritakan pengalaman pribadi saya yang mengubah kehidupan saya menjadi sukses. Perkenalkan terlebih dahulu saya Suci Andini tinggal di Riau,dulu saya berprofesi sebagai penjahit namun himpitan ekonomi yakni hutang piutang dalam membangun usaha saya kian semakin besar tapi saya tidak menyerah dengan keadaan saya tetap ikhtiar, pada suatu hari saya membuka buka internet tidak sengaja saya melihat postingan seseorang yang sama seperti keadaan saya tapi beliau sudah berhasil,beliau dibantu oleh Kyai H. Sakti Mangunkarso tanpa pikir panjang saya menghubungi beliau, saya diberikan pencerahaan dan solusi, pada awalnya saya ragu ragu tapi saya coba memberanikan diri mengikuti saran beliau,alhamdulillah berjalan lancar dan sekarang saya punya beberapa mini market dan penginapan didaerah Riau,terimah kasih saya ucapkan pada Kyai H. Sakti Mangunkarso sebab berkat beliau saya bisa seperti ini,mungkin banyak orang yang menyebut saya mengada-ada tapi saya buktikan sendiri,khusus yang serius mau bantuan silahkan hub beliau Kyai Sakti Mangunkarso beliau orangnya ramah ini nomor beliau 0852 1117 4125 ini pengalaman pribadi saya percaya atau tidak semua tergantung pembaca demi Allah ini nyata sekian dan terima kasih ,Assalamualaikum Wrb....allahuakbar....allahuakbar....allahuakbar.

    BalasHapus